Senin, 07 Februari 2011

MENGENAL ADAT DAN BUDAYA PAKPAK

PENDAHULUAN
Etnis Pakpak berada di Kabupaten Dairi, Kabupaten Pakpak Bharat dan sebagian berada di Kabupaten Aceh Singkil (Boang) dan Tapanuli Utara/Tengah (Kelasen). Asal etnis Pakpak diperkirakan datang dari India melalui Barus atau Singkil, dan menurut penelitian, tempat pertama orang Pakpak adalah di Kuta Pinagar (Kecamatan Salak), keturunan dari si Kada dengan istrinya Lona. Kemudian lahir anaknya bernama di Hyang dengan keturunannya sebanyak 7 (tujuh) orang yaitu : si Haji (Banua Harhar), Si Raja Pako (Sicike-cike), Mpu Bada (Aceh Singkil), Ranggarjodi (Buku Tinambun), Mbello (Silaan Rumerah), Sanggir (Kelasen/Taput), dan Bata
(tigak diketahui kemana perginya).

Dari masing-masing keturunan tersebut diperincin lagi keturunannya adalah sebagai berikut :
a. Si Haji dengan keturunannya bermarga Padang, Berutu dan Solin;
b. Si Raja Pako bertempat di Sicike-cike dengan keturunannya bermarga Ujung, Angkat, Bintang, Capah, Sinamo, Kudadiri dan Gajah Manik atau disebut juga Sipitu marga;
c. Mpu Bada dengan keturunannya marga Manik, Beringin, Tendang, Banurea, Gajah, Berasa;
d. Ranggarjodi;
e. Mbello disebut juga perbaju bigo, menurut kisah telah tenggelam oleh suatu peristiwa;
f. Sanggir dengan keturunannya Tumangger, Tinambunen, Anakampun, Meka, Mungkur, Pasi, Pinayungen.

STRUKTUR KEMASYARAKATAN
Masyarakat Pakpak terdiri dari marga-marga yang mendiami masing-masing kawasan hak tanah ulayat yang merupakan satu kesatuan dengan hidupnya dimpimpin oleh seorang Pertaki, kemudian di atasnya ada di sebut Aur yang dipimpin oleh seorang Raja. Struktur kemasyarakatan tersebut diletakkan pada sebuah lembaga adat yang disebut Sulang Silima. Sulang Silima terdiri dari PERISANG-ISANG (Sukut), Pertulan Tengah (saudara tengah), Perekur-ekur (saudara bungsu), Bitekken (Berru), dan Punca Ndiadep (Kula-kula). Pembagian status ini mempunyai peranan penting di dalam kemasyarakatan terutama berkaitan dengan status seseorang yang harus termasuk di dalam Sulang Silima tersebut. Pertaki mempunyai peranan yang sangat luas seperti pepatah mengatakan "Bana Bilalang Bana Biruru, Bana Lubalang bana guru" artinya seorang Pertaki mempunyai kelebihan sebagai panglima perang, Raja adat dan sebagai guru yang menjadi suri teladan serta panutan bagi masyarakatnya.

HUKUM ADAT TANAH
Tanah merupakan satu kesatuan dengan kehidupan masyarakat Pakpak atau dengan kata lain tanah menunjukkan identitas tentang keberadaan anggota masyarakat tersebut sehingga tanah menentukan hidup matinya masyarakat tersebut. Tanah dikuasai oleh marga sebagai pemilik ulayat tanah tersebut. Adapun bentuk-bentuk tanah dalam masyarakat Pakpak adalah sebagai berikut :
1. Tanah tidak dikuasai, yaitu "tanah karangen longo-longoon", "tanah kayu ntua", "tanah talin tua", "tanah balik batang" dan "rambah keddep".
2. Tanah yang diusahai, yaitu "tahuma pergadongen", "perkemenjenen" dan "bungus"
3. Tanah Perpulungen, yaitu embal-embal, jampalen, dan jalangen;
4. Tanah Sembahen, yaitu tanah-tanah yang mempunyai sifat magis (keramat) terdiri dari tanah sembahen kuta (tidak diperladangi) dan tanah sembahen ballilon (dapat diperladangi).
5. Tanah Pendebaan, yaitu tanah yang diperuntukkan bagi pekuburan.
6 . Tanah Persediaan, yaitu tanah cadangan (kelompok tertua) dan tidak boleh diganggu.
Menyangkut pergeseran tanah tidak dikenal dalam hukum adat Pakpak, kecuali Tanah Rading Berru (tanah yang diberikan kepada anak perempuan/menantu sepanjang masih dipakai) dan bila tidak dipakai lagi harus dikembalikan kepada kula-kulanya atau yang memberikan tanah rading berru. Bila ada permasalahan mengenai tanah, penyelesaiannya diserahkan kepada Sulang Silima.

PERKAWINAN
Perkawinan dalam masyarakat Pakpak termasuk dalam siklus kehidupan seseorang yang telah diatur tersendiri. Hakikat perkawinan adalah membentuk keluarga untuk mengembangbiakkan keturunan dari kelompok marga, sehingga dapat menjadi penerus dari kelompoknya. Oleh karena itu bila terjadi perkawinan, maka perkawinan itu melibatkan seluruh keluarga baik dekat maupun jauh. Jadi, hakikatnya merupakan ikatan yang tidak ada putus-putusnya.

Dalam masyarakat Pakpak dikenal bentuk perkawinan yaitu kawin resmi, kawin mengeke, kawin mengalih, kawin mengerampas, kawin menama dan kawin mencukung. Prosesi perkawinan dimulai dengan mengeririt, mengkata utang dan diakhiri dengan pernikahan yang disebut merbayo. Di dalam aturannya ditentukan bahwa tidak boleh kawin dengan semarga, setiap perkawinan harus diadati, terjadi penyesuaian tutur, perpantangan-perpantangan dan lain-lain.

Perlu pula diketahui bahwa apabila seseorang mengawini seorang wanita, maka ketentuan-ketentuan pemberian (unjuken) dari pihak laki-laki pada pihak perempuan, yang menerima unjuken adalah takal unjuken, upah turang, todoan, togoh-togoh/penampati, upah puhun, upah mendedah, upah mpung dan Remmen-remmen julun tapiin. Sedang oles (kain) yang diserahkan adalah oles inang niberru, oles inang peduaken, oles turang niberru, oles puhun, oles mendedah, oles mpung, oles persinabul, oles penelangkeen dan oles persintabiin.

Perlu dicatat bahwa Tokor Berru (pemberian pihak laki-laki) bisa berbentuk emas, kerbau dan lain-lain. Setiap pemberian harus dibalas pula oleh pihak perempuan dalam bentuk yang telah ditentukan oleh Pengetuai.

KEPERCAYAAN
Pada saat ini masyarakat Pakpak telah memeluk agama Kristen dan Islam walaupun sebelumnya sangat kuat terhadap kepercayaan Animisme (sipele begu), namun hal ini menunjukkan perubahan yang sangat cepat atas kepercayaan ini, walaupun masih ada kepercayaan-kepercayaan tertentu. Toleransi antara pemeluk agama tersebut sangat tinggi karena masih diikat oleh rasa kekeluargaan.

PAKAIAN
Pakaian sehari-hari pada umumnya saat ini telah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Tetapi untuk acara adat mempunyai bentuk tersendiri, yaitu :
a. Laki-laki
Adapun pakaian yang dikenakan dalam acara adat oleh laki-laki adalah oles, bulang-bulang, golok, ucang, borgot, tali abak dan kujur sinane.
b. Perempuan
Pakaian khas adat bagi perempuan adalah baju merapi-api, oles, saong, cimata leppa-leppa, rabi munduk dan ucang.

MAKANAN
Adapun makanan khas suku Pakpak adalah sebagai berikut :
a. Pelleng, yaitu suatu makanan yang diperuntukkan bagi mereka yang akan pergi berperang (mergeraha) atau untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan daam mencapai suatu tujuan;
b. Nditak, yaitu sejenis makanan yang diperuntukkan bagi seseorang supaya "ulang kengaleen" (patah ditengah) dalam suatu usaha;
c. Nakan Mpagit, yaitu makanan yang diberikan kepada seorang wanita yang sedang hamil;
d. Nakan Nggersing, yaitu makanan untuk orang yang meminta agar jangan sakit-sakitan atau sesuatu yang dapat memenuhi maksud;
e. Nakan Pengambat, yaitu makanan yang diberikan oleh keluarganya kepada orang yang sedang sakit keras.

RUMAH ADAT
Bentuk Rumah Adat Pakpak mempunai ciri tersendiri yaitu atapnya berbentuk melengkung (ndenggal). Hal ini diumpamakan "Petarik-tarik mparas igongken ndenggal" artinya berani memikul resiko apabila sesuatu sudah dikerjakan dan berani mempertahankan sesuatu yang telah diperbuat.

Rumah adat mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah mengenai masalah-masalah kemasyarakatan dan merupakan tempat alat-alat kesenian, sedangkan untuk tempat anak muda serta tamu disediakan rumah tersendiri yang disebut "Bale" dan untuk rapat-rapat biasa dan tempat latihan-latihan kesenian, sedangkan untuk musyawarah dalam bentuk besar dipakai "kerungguun".

ALAT KESENIAN
Masyarakat Pakpak mempunyai alat kesenian yang dipelihara sejak nenek moyang yang terdiri dari : Gerantung (tidak terdapat di daerah lain), Gung, Kalondang, Sarune, Sordam, Kucapi, Genggong, Genderang (sembilan buah), dan lain-lain. Alat kesenian ini bisa milik perorangan dan bisa juga milik bersama.

AKSARA DAN BAHASA
Etnis Pakpak sejak dahulu telam mempunyai aksara yang ditulis dalam buku yang disebut "LAPIHEN". Dalam buku lapihen ini terhimpun bermacam-macam catatan dalam bentuk mantera-mantera, religius dan lain-lain dalam bahasa daerah Pakpak. Bahasa ini masih tetap dipakai sebagai bahasa sehari-hari sampai sekarang.

GOTONG ROYONG
Sifat gotong royong masih dipelihara oleh masyarakat Pakpak sampai sekarang. Hal ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari, dalam bentuk sebagai berikut :
1. Rimpah-rimpah, yaitu suatu bentuk kerja sama dalam bertanam padi dan lainnya;
Pelaksanaannya diawali dengan cara "merkua" yaitu dengan terlebih dahulu memberitahukan secara satu persatu keluarga masyarakat agar dapat bersama-sama untuk menyelesaikan pekerjaan, misalnya "mardang" (menanam padi).
2. Urup-urup, yaitu suatu bentuk kerja sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan beberapa keluarga sehingga pekerjaan cepat selesai. Misalnya suatu keluarga mengajak satu keluarga lain untuk bersama-sama mengerjakan ladangnya.

PENUTUP
Demikian sedikit ulasan mengenai adat dan budaya Suku Pakpak yang merupakan warisan dari nenek moyang kita sejak dahulu kala. Semoga dapat memberikan manfaat bagi kita masyarakat Pakpak pada khususnya agar kita dapat melestarikan budaya kita yang sangat indah ini. Saya tahu bahwa tulisan ini masih banyak kurangnya sehingga kalau ada yang mau menambahkan silahkan tinggalkan pesan di kolom komentar yang tersedia. Terima kasih dan Njuah-njuah!!

Ditulis kembali oleh : Sehat M Berutu
sumber : H. Kaddim Berutu, SH, seorang tokoh masyarakat Pakpak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Ndene